Daftar Blog Saya

Senin, 09 Januari 2012

IDENTITAS LINGUISTIK

TUGAS SEMINAR

IDENTITAS LINGUISTIK

OLEH

NURUL MAIMUNAH SIREGAR
209411022
DIK. REG-A’09



FAKULTAS BAHASA DAN SENI
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2011

KAJIAN TEORI
IDENTITAS LINGUISTIK
Linguistik berarti ilmu bahasa. Ilmu bahasa adalah ilmu yang objeknya bahasa. Bahasa di sini maksudnya adalah bahasa yang digunakan sehari-hari (atau fenomena lingual). Karena bahasa dijadikan objek keilmuan maka ia mengalami pengkhususan, hanya yang dianggap relevan saja yang diperhatikan (diabstraksi). Jadi yang diteliti dalam linguistik atau ilmu bahasa adalah bahasa sehari-hari yang sudah diabstraksi, dengan demikian anggukan, dehem, dan semacamnya bukan termasuk objek yang diteliti dalam linguistik.
Linguistik modren berasal dari Ferdinand de Saussure, yang membedakan langue, langage, dan parole (Verhaar, 1999:3). Langue adalah salah satu bahasa sebagai suatu sistem, seperti bahasa Indonesia, bahasa Inggris. Langage berarti bahasa sebagai sifat khas manusia, sedangkan parole adalah bahasa sebagaimana dipakai secara konkret (dalam bahasa Indonesia ketiga istilah tadi disebut bahasa saja dan mengacu pada konsep yang sama). Sejalan dengan hal di atas, Robins (1992:55) mengatakan bahwa langue merupakan struktur leksikal, gramatikal, dan fonologis sebuah bahasa, dan struktur ini sudah tertanam dalam pikiran penutur asli pada masa kanak-kanak sebagai hasil kolektif masyarakat bahasa yang dibayangkan sebagai suatu kesatuan supraindividual. Dalam menggunakan bahasanya, penutur bisa berbicara di dalam lingkup langue ini; apa yang sebenarnya diucapkannya adalah parole, dan satu-satunya kendali yang dapat dia atur adalah kapan dia harus berbicara dan apa yang harus ia bicarakan. Kaidah leksikal, gramatikal, dan fonologis telah dikuasai dan dipakai, dan kaidah tersebut menentukan ruang lingkup pilihan yang dapat dibuat oleh penutur. Pembedaan ini seperti apa yang dibuat Chomsky, yaitu antara competence (apa yang secara intuisi diketahui penutur tentang bahasanya) dan performance (apa yang dilakukan penutur ketika dia menggunakan bahasanya).
Ilmu linguistik sendiri sering disebut linguistik umum, artinya ilmu linguistik tidak hanya menyelidiki salah satu bahasa saja tetapi juga menyangkut bahasa pada umumnya. Dengan memakai istilah de Saussure, dapat dirumuskan bahwa ilmu linguistik tidak hanya meneliti salah satu langue saja, tetapi juga langage, yaitu bahasa pada umumnya. Sedangkan linguistik teoretis memuat teori linguistik, yang mencakup sejumlah subbidang, seperti ilmu tentang struktur bahasa (grammar atau tata bahasa) dan makna (semantik). Ilmu tentang tata bahasa meliputi morfologi (pembentukan dan perubahan kata) dan sintaksis (aturan yang menentukan bagaimana kata-kata digabungkan ke dalam frasa atau kalimat). Selain itu dalam bagian ini juga ada fonologi atau ilmu tentang sistem bunyi dan satuan bunyi yang abstrak, dan fonetik, yang berhubungan dengan properti aktual seperti bunyi bahasa atau speech sound (phone) dan bunyi non-speech sound, dan bagaimana bunyi-bunyi tersebut dihasilkan dan didengar.
Menurut Verhaar (1999:9), setiap ilmu pengetahuan biasanya terbagi atas beberapa bidang bawahan, misalnya ada linguistik antropologis atau cara penyelidikan linguistik yang dimanfaatkan ahli antropologi budaya, ada sosiolinguistik untuk meneliti bagaimana dalam bahasa itu dicerminkan hal-hal sosial dalam golongan penutur tertentu. Tetapi bidang-bidang bawahan tersebut mengandaikan adanya pengetahuan linguistik yang mendasari. Bidang yang mendasari itu adalah bidang yang menyangkut struktur dasar tertentu, yaitu struktur bunyi bahasa yang bidangnya disebut fonetik dan fonologi; struktur kata atau morfologi; struktur antarkata dalam kalimat atau sintaksis; masalah arti atau makna yang bidangnya disebut semantik; hal-hal yang menyangkut siasat komunikasi antarorang dalam parole atau pemakaian bahasa, dan menyangkut juga hubungan tuturan bahasa dengan apa yang dibicarakan, atau disebut pragmatik.
Salah satu dari cara yang paling dasar untuk menentukan identitas linguistik dan untuk memengaruhi cara orang lain memandang diri kita adalah lewat cara kita menggunakan bahasa. Bab ini akan melanjutkan tema yang sudah dibahas di dalam bab 5, 6, 7 dan 8 mengenai bagaimana orang menggunakan bahasa untuk membentuk identitas sosial ( atau lebih dari satu identitas sosial) bagi diri mereka sendiri, dan juga akan membahas tentang bagaimana kelompok-kelompok sosial dan masyarakat menggunakan bahasa sebagai cara untuk mengidentifikasi anggota kelompok mereka dan menentukan batas-batas kelompok mereka.
Karena bahasa sangat penting bagi pembentukan identitas individu dan identitas sosial maka bahasa bisa sangat besar pengaruhnya dalam kendali sosial. Jika Anda menganggap diri Anda sebagai bagian dari kelompok atau masyarakat tertentu, maka seringkali itu dilakukan dengan menggunakan konvensi-konvensi/kebiasaan bahasa dari kelompok itu, dan ini tidak hanya terkait dengan kata apa yang Anda gunakan tapi juga cara menggunakan dan mengungkapkannya. Cara mendefenisikan dan mempertahankan kebiasaan-kebiasaan itu biasanya dikendalikan kelompok dan bukan oleh individu. Dan dalam bab ini kita juga akan melihat secara singkat pada bagaimana hubungan antara bahasa dengan identitas nasional dan identitas politik.

Contoh dari identitas linguistik dari yaitu cara Anda berbicara, dan juga jenis-jenis kode sosial lain yang Anda gunakan, seperti cara Anda berpakaian atau cara Anda berperilaku,adalah sebuah cara untuk menunjukkan kepada orang lain tentang siapa diri Anda dan apa identitas sosial Anda. Masalah identitas ini, yaitu siapa diri kita, bagaimana cara kita memandang diri kita sendiri, bagaiman cara orang lain memandang diri kita tidak semata ditentukan oleh dari kalangan mana kita dilahirkan dan dibesarkan atau dari kelas mana orang tua kita berasal, dan digolongkan mana kita termasuk. Identitas, baik identitas indivisual, identitas sosial atau identitas instutisional, adalah sesuatu yang terus-menerus dibentuk dan dinegosiasikan dalam sepanjang kehidupan kita lewat interaksi kita dengan orang lain. Selain itu, identitas juga memiliki banyak aspek karena orang bisa berganti peran dan menjalankan identitas yang berbeda pada waktu yang berbeda dan situasi yang berbeda, tiap-tiap konteks ini mengharuskan  satu orang yang sama untuk beralih ke peran lain yang kadang-kadang mengalami konflik dengan peran lain yang juga dilakukan dalam konteks ini. Salah satu cara yang digunakan untuk melakukan pergeseran/perubahan identitas atau peran ini adalah lewat bahasa yang kita gunakan.
Bagaimana cara bahasa menunjukkan perubahan identitas dan peran ini ? ada banyak faktor yang diperhatikan di sini. Yang pertama, ketika kita melihat pada level individu, tempat di mana Anda dibesarkan, sekolah yang Anda masuki, tingkat kekayaan dari keluarga Anda akan tampak (walaupun tidak sepenuhnya) pada varian bahasa yang digunakan. Seringkali hal yang paling meyolok dari bahasa yang kita gunakan adalah aksen yang kita gunakan ( yaitu level fonologi dari bahasa) tapi selain itu juga ada variasi-variasi tata bahasa antar penutur yang satu dengan yang lain (lihat bab 8 dan 10 ). Setidaknya untuk Inggris, aksen dan dialek seseorang akan selalu menunjukkan banyak hal tentang latar belakang mereka. Aksen dapat menunjukkan dari mana seseorang berasal dan tidak hanya itu saja, aksen juga menunjukkan kelas sosial dan jenis pendidikan yang pernah mereka dapatkan.
Sering kali anak-anak Inggris mengubah cara mereka berbicara ketika mereka pindah dari kawasan yang satu ke kawasan yang lain atau kadang ketika pindah dari sekolah yang satu ke sekolah yang lain. Sebagai contoh saya ambil diri saya sendiri. Saya dilahirkan dan dibesarkan di Cumbria, sebuah daerah di sebelah barat laut Inggris dari kelas menengah. Saya belajar di sebuah sekolah swasta sampai usia 11 lalu melanjutkan usia menengah lokal dan kemudian aksen saya berubah dari awalnya RP (ini karena dia berasal dari kelas menengah-pent) menjadi lebih menyolok ciri kedaerahannya, yaitu menjadi lebih mirip aksen Cumbria. Ketika saya berusia 14 tahun, orang tua saya, pindah ke Midlandes, dan aksen saya berubah lagi, dari yang sebelumnya agak Cumbria menjadi lebih mendekati RP. Setelah itu saya kuliah di sebuah universitas di daerah Utara Inggris dan gaya bicara saya menjadi medekati kembali aksen Cumbria yang sebelumnya pernah saya gunakan.
Gaya saya berbicara ini sering kali mengundang komentar dari orang-orang di mana saya tinggal. Ketika keluarga saya baru pindah ke Midlandes teman-teman baru saya mengejek saya sebagai “orang primitif dari Utara” (karena aksen Cumbrianya) sementara ketika saya bertemu dengan teman-teman lama saya di daerah Utara (maksudnya di Cumbria) teman-teman lama saya bilang gaya bicara saya seperti orang Selatan. Ketika saya kuliah saya mengunjungi saudari saya yang tinggal di daerah selatan Inggris dan teman-teman saudari saya berkomentar tentang betapa berbedanya aksen saya dengan aksen saudari saya. Ketika saya berada di tengah-tengah masyarakat baru, salah satu dari sumber daya yang bisa saya gunakan untuk beradaptasi adalah dengan menunjukkan bahwa saya tidak berbeda daru teman-teman saya, yaitu lewat cara saya berbicara. Dengan sendirinya cara teman saya berbicara akan berbeda dengan cara orang tua atau saudari saya berbicara. Maka di dalam satu keluarga yang sama bahkan di dalam satu generasi, bisa terjadi perbedaan yang besar pada gaya bicaranya.
Peran penting dari aksen sebagai label dari identitas tampak sangat penting pada contoh pengalaman saya di atas karena aksen adalah satu aspek dari bahasa yang sering berubah pada kebanyakan orang, baik ketika perubahan aksen itu dimaksudkan untuk mengadaptasikan diri atau untuk menjauhkan diri dari kelompok sosial atau regional tertentu atau untuk menutupi  asal usul kedaerahan seseorang. Namun identitas linguistik tidak terletak pada hanya dialek atau kode saja (kode adalah istilah yang digunakan ahli-ahli sosiolinguistik untuk menyebut varian-varian dalam bahasa sebagai sistem komunikasi), melainkan identitas linguistik juga dipengaruhi oleh cara kita menggunakan bahasa itu dengan orang lain, atau dengan kata lain, oleh cara kita berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain lewat pembicaraan.
Adapun contoh identitas bahasa, yaitu di wilayah Niderlandoyazychnom dari Belgia-Flanders. Menurut mereka, di kota “satelit” di Brussels-Vilvoorde pemerintah daerah telah memutuskan untuk menjual 15 rumah milik kota hanya untuk orang-orang yang berbicara dalam bahasa belanda. Calon pembeli akan baik harus ijazah sekolah ini Flemish atau lulus ujian pada bahasa Belanda. Otoritas keputusan Vilvoorde menyebabkan kemarahan di masyarakat berbahasa Perancis-Belgia.
Dalam “apartheid linguistik” Belgia Francophone politisi sebelumnya telah menuduh administrasi komune Brusel-Zaventem, yang memutuskan untuk mengizinkan wilayahnya untuk mendapatkan lahan untuk membangun rumah hanya untuk orang-orang yang berbicara dalam bahasa Belanda atau kursus menghadirinya belajar.


Kesimpulan
Linguistik berarti ilmu bahasa. Ilmu bahasa adalah ilmu yang objeknya bahasa. Bahasa di sini maksudnya adalah bahasa yang digunakan sehari-hari (atau fenomena lingual). Karena bahasa dijadikan objek keilmuan maka ia mengalami pengkhususan, hanya yang dianggap relevan saja yang diperhatikan (diabstraksi). Jadi yang diteliti dalam linguistik atau ilmu bahasa adalah bahasa sehari-hari yang sudah diabstraksi, dengan demikian anggukan, dehem, dan semacamnya bukan termasuk objek yang diteliti dalam linguistik.
Jadi identitas linguistik yaitu ilmu bahasa dan bagaimana penyampaian seseorang berbahasa (penutur). Dalam identitas yag dibahas mengenai bagaimana orang menggunakan bahasa untuk membentuk identitas sosial ( atau lebih dari satu identitas sosial) bagi diri mereka sendiri, dan juga akan membahas tentang bagaimana kelompok-kelompok sosial dan masyarakat menggunakan bahasa sebagai cara untuk mengidentifikasi anggota kelompok mereka dan menentukan batas-batas kelompok mereka.

Saran

Dalam pembahasan penulis mengenai Identitas Linguistik sudah baik, karena sudah dijelaskan apa itu linguistik dan identitas inguistik. Bukan hanya itu, pembahasan mengenai identitas linguistik juga telah didukung oleh 3 teori dan langsung terdapat contohnya. Jadi, memudahkan untuk pembaca.


Daftar Pustaka

Lubis, Joharis. 2010. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa. Medan : Unimed.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Bahasa. Jakarta : Rineka Cipta.
Soenjono, Dardjowidjojo. 2003. Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
Chaer, Abdul. 1980. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta : Rineka Cipta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar